Bukanlah sebuah harapan
baru, bahwa keberhasilan pendidikan seorang anak harus ditopang oleh kerjasama
tiga komponen yaitu, Guru, Orang Tua, dan Masyarakat. Jika salah satunya tidak
berfungsi dengan baik maka, sudah dipastikan pendidikan anak tidak berjalan sebagaimana
mestinya.
Salah Satu Pertemuan Orang Tua dengan Sekolah (dok Fajar Literasi)
Sedangkan pelabuhan akhir
dari proses sebuah pembelajaran adalah apabila dikeluarkanya hasil dari pembelajaran
tersebut yang diterima dalam bentuk suatu laporan hasil belajar atau yang lazim
selama ini dengan sebutan “rapor”.
Pada kurikulum 13 yang sedang
diberlakukan pada saat sekarang ini, ada tiga tahapan penilaian yang paling
menonjol yang harus diikuti siswa. Ketiga tahapan tersebut akan mengeluarkan
hasil sebagai berikut: nilai ulangan harian (UH), Nilai Ulangan Tengah Semester
(UTS), dan nilai ulangan semester (US).
Ketiga hasil tersebut yang
akan menjadi bukti otentik yaitu hasil perkembangan
pembelajaran seorang anak yang harus diinformasikan kepada orang tua siswa
sebagai bentuk pertanggung jawaban sekolah yang diserahkan sebagai bentuk
administrasi pembelajaran disekolah kepada orang tua siswa.
Substansi dari buku laporan
hasil belajar ini adalah agar orang tua dapat melihat dan menganalisis hasil
belajar anaknya selama tahapan belajar disekolah. Makna luas dari buku laporan
ini tentu agar orang tua menerima masukan terhadap hasil belajar anaknya dilembaga
pendidikan.
Tetapi akhir-akhir ini
harapan guru terhadap makna dari penyerahan buku rapor ini agak sedikit
terganggu dengan sikap orang tua terhadap hasil belajar setelah rapor
dibagikan. Kesan yang muncul seakan-akan orang tua tidak begitu peduli terhadap
maju mundurnya hasil belajar anaknya. Buku rapor hanya sebatas administrasi
biasa sedangkan umpan balik terhadap sekolah tidak begitu signifikan.
Jika dibiarkan
berlarut-larut tentu sikap apatis orang tua yang demikian dikuatirkan akan
berpengaruh terhadap kualitas belajar anak yang selama ini menjadi harapan
besar bagi kita semua. Guru tak mungkin berjalan sepihak tanpa adanya kerjasama
yang apik antara kedua belah pihak.
Mensiasati permasalahan ini
pihak sekolah juga menyadari bahwa selama ini mungkin saja sosialisasi terhadap
bentuk penilaian yang kurang. lagipula penilaian sekarang memang agak berbeda
dari kurikulum yang selama ini cukup familiar
ditengah-tengah masyarakat yaitu secara umum orang tua dan masyarakat mengenal
rentangan nilai 1 sampai 10, dimana nilai 1 s/d 5 dianggap gagal dan ditulis
dengan tulisan merah, sedangkan kisaran 5 s/d 10 baru dianggap berhasil.
Tetapi pada kurikulum
sekarang rentangan nilainya berkisar antara 1 sampai 100, dimana nilai yang
harus diperoleh diberi batasan skala minimal yang populer dengan sebutan KKM,
yang menarik disini adalah berapapun nilai yang diterima anak tidak ada
dibedakan dengan warna tulisan merah atau warna tertentu.
Barangkali gaung penilaian
pada waktu sekarang tidak begitu bergetar seperti anak mendapatkan nilai merah.
Atau kurangnya sosialisasi yang diberikan sekolah sebagai pihak terkait agar
penilaian ini tetap menjadi tujuan yang bermamfaat untuk kemajuan penidikan
seorang anak.
Atau karena kesibukan yang
semakin mendera bangsa ini, orang tua siswa hanya mempunyai waktu yang relatif
singkat untuk mempelajari nilai anaknya. Maka menjadi kewajiban bagi sekolah
untuk mengingatkan pentingnya hal ini pada orang tua siswa, agar tujuan
penyerahan rapor ini dapat mencapai sasaran yang diharapkan.
Guru disekolah perlu mencari
celah dan membuat terobosan-terobosan yang cerdas agar harapan ini dapat
terwujud. Salah satunya mungkin guru tidak hanya menyerahkan buku laporan saja,
tetapi harus berusaha menerangkan sampai dimana pencapaian hasil belajar baru
dicapai seorang anak.
Setelah buku rapor
diserahkan guru menjelaskan kembali didepan kelas batasan nilai yang harus
dicapai siswa, maka setiap mata pelajaran dar a sampai z dilihat guru
bersama-sama dengan orang tua, sehingga orang tua dapat mengerti dan memahami
dengan jelas hasil belajar yang elah dicapai anaknya.
Dengan demikian orang tua
siswa tentu akan paham makna dari buku rapor, sehingga kedepan hasil tersebut
dapat dijadikan sebagai bahan untuk mencari solusi terhadap kekurangan dan
kelebihan pembelajaran anaknya masing-masing.
Tentu dengan cara demikian pihak sekolah dapat memecahkan langsung proses belajar seorang anak,
sehingga kerjasama antara sekolah dengan orang tua betul-betul berjalan dengan
baik. Selamat mencoba ya…
0 Response to "Nilai Rapor Tak jadi Perhatian Lagi!, Karena Guru Kurang Sosialisasi atau Orang Tua Sudah Tak Peduli"
Posting Komentar