Pembelajaran yang Mencerdaskan


Sejarah membuktikan ketidakcerdasan bangsa kita  masa lalu menyebabkan bangsa kita dengan mudah dikuasai oleh bangsa lain. Karena kebodohan dan keterbelakangan, bangsa kita mudah diadu domba sehingga menjadi lemah. Ketidakcerdasan juga menyebabkan kita tidak bisa sepenuhnyta dalam mengolah dan memanfaatkan sumber daya alam kita. Ketidakcerdasan menyebabkan ketergantungan kita terhdap negara lain masih besar, terutama dalam penguasaan dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi.


Salah satu tujuan negara di dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Kecerdasan membuat suatu bangsa menjadi maju dan mampu tegak sama tinggi dengan negara lain. Kecerdasan yang dimiliki anak bangsa membuat mereka mampu mengolah sumber daya alam menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi pembangunan bangsa. Kecerdasan membuat seseorang mampu berpikir jauh ke depan, think the big , memikirkan hal yang besar untuk kemajuan negara kelak. Kecerdasan yang dimaksud bukanlah kecerdasan parsial, sebagian-sebagian. Akan tetapi, lebih kepada penguasaan kecerdasan yang bersifat komprehensif.

Secara garis besar dapat dikelompokkan lima kecerdasaan yaitu kecerdasan inteligensi, kecerdasan emosional, kecerdasan sosial, dan kecerdasan spritual. Kecerdasan inteligensi menyangkut dengan kemampuan untuk berpikir dan bernalar. Kecerdasan emosional berkaitan dengan kemampuan mengendalikan dalam berinteraksi dan berkomuniksi dengan orang lain. Kecerdasan sosial berhubungan kemampuan untuk menjalin kerja sama dan kmitraan dengan orang lain. Kecerdasan spritual berkenaan dengan kemampuan untuk memahami dan mengamalkan kenyakinan atau ajaran agama yang dianutnya.

Sementara itu, Howard Gardner menyatakan ada delapan jenis kecerdasan. Pertama, kecerdasan linguistik yaitu kemampuan untuk berbahasa. Kedua, kecerdasan logis yaitu keterampilan mengolah angka atau menggunakan logika. Ketiga, kecerdasan spasial yaitu kemampuan menvisualisasikan gambar dalam bentuk dua atau tiga dimensi. Keempat, kecerdasan kinestik yaitu kemampuan mengolah tubuh sehingga terampil. Kelima, kecerdasan musikal yaitu kemampuan menguasai lagu dan memainkan alat musik. Keenam, kecerdasan antapribadi yaitu kemampuan memahami dan bekerja sama dengan orang lain. Ketujuh, kcerdasan Intrapribadi yaitu kecerdasan memahai diri sendiri, potensi dan kelemahan. Kedelapan, kecerdasan naturalis, kemampuan mengenali bentuk-bentuk alam sekitarnya.

Untuk mewujudkan tujuan negara tersebut, pemerintah berupaya melaksanakan sistem pendidikan nasional. Artinya, seluruh warga negara tanpa diskriminatif memperoleh kesempatan yang sama dalam menjalani pendidikan. Pendidikan bukan untuk  orang-orang kaya saja, melainkan orang-orang miskin juga berhak memperoleh pendidikan. Hal itu sesuai dengan pasal 31 UUD 1945 bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan dan penghidupan yang layak.

Realitanya penyelenggaraan pendidikan selama ini mempunyai pandangan yang berbeda tentang kecerdasan. Anak-anak yang dianggap berprestasi adalah anak-anak yang memiliki kemampuan akademik yang tinggi. Anak-anak yang berprestasi adalah anak-anak yang memiliki nilai yang tinggi dalam bidang akademik. Anak-anak ini diperlakukan sangat istimewa. Sebaliknya, anak-anak yang kurang mampu dalam bidang akademik dianggap kurang berpotensi, dan cenderung kurang mendapat perhatian. Ini adalah suatu persepsi yang keliru.

Hal ini disebabkan karena dunia pendidikan kita belum memandang kecerdasan anak secara komprehensif. Kita masih cenderung memandang kecerdasan tersebut secara parsial. Kita cenderung memandangkan bahwa anak-anak yang berpotensi adalah anak-anak yang memiliki kemampuan akademik yang tinggi. Kita cenderung melakukan dikotomi dalam pendidikan. Padahal, sesuai dengan keunikannya, anak-anak memiliki potensi yang berbeda-beda. Untuk itu, potensi yang anak perlu mendapat penghargaan yang selayaknya dengan cara menggali dan mengembangkannya.

Kita masih cenderung membandingkan kehebatan suatu bidang dengan bidang lain. Kita masih suka membandingkan kehebatan seorang dokter dengan eorang dengan pelukis, dengan penari, atau presenter.  Kita masih suka membandingkan kehebatan seorang arsitek, pengacara dengan seorang pelukis atau sutradara, atau olahragawan. Padahal hal tersebut tidak perlu dan tidak dapat dibandingkan. Sebab, setiap potensi atau bidang memiliki karakter keistimewan dan kekhasan tersendiri. Kita tidak seharusnya menganggap yang satu lebih hebat  daripada yang lain.

Para guru perlu mengubah persepsinya tentang potensi siswa dan mengimplementasikannya dalam kegiatan pembelajaran sehingga pembelajaran yang dilakukan benar-benar mencerdaskan. Untuk itu, para guru juga merancang pembelajaran yang progresif yang mencerdaskan. Menurut http://www.gurusukses.com, pembelajaran yang mencerdaskan berarti pembelajaran yang mengoptimalkan pengembangan kecerdasan siswa, pembelajaran yang benar-benar menjadikan siswa semakin cerdas sesuai kapasitasnya.

Untuk dapat membantu anak-anak berkembang sesuai kecerdasannya, guru perlu merancang pembelajaran yang bervariasi. Tujuan-tujuan pembelajaran yang berasal dari sebuah kompetensi dasar (KD) dapat dicapai melalui metode atau model pembelajaran yang beragam. Fragmentasi dalam pembelajaran adalah kata kuncinya. Misalnya dalam mencapai satu tujuan pembelajaran, guru tidak cukup hanya menggunakan satu metode, melainkan menggabungkan beberapa metode atau model pembelajaran. Begitu pula dengan teknik penilaiannya.

Strategi pembelajaran dengan memberdayakan kecerdasan pada hakekatnya adalah upaya mengoptimalkan kecerdasan majemuk yang dimiliki setiap individu untuk mencapai kompetensi tertentu yang dituntut kurikulum. Dengan menggunakan teori kecerdasan majemuk memungkinkan guru mengembangkan strategi pembelajaran inovatif yang relatif baru dalam dunia pendidikan. Meskipun demikian tidak ada rangkaian strategi pembelajaran yang bekerja secara efektif untuk semua siswa.

Pembelajaran yang selama ini berpusat pada guru, sudah saatnya diubah menjadi berpusat pada siswa (student center). Peran siswa dalam pembelajaran hendaklah lebih dimaksimalkan. Dalam kegiatan pembelajaran, peserta didik diberi kesempatan untuk berdialog, menemukan, mengamati, melaporkan, mendiskusikan, dan sebagainya. Dengan adanya keterlibatan langsung peserta didik dalam pembelajaran, pengeuasaan peserta didik akan lebih permannen. Peserta merasakan kesan yang mendalam tentang materi ajar yang disajikan.

Pembelajaran yang mencerdaskan mengakomodasi keunikan yang dimiliiki peserta didik. Pembelajaran yang mencerdaskan mampu mengapresiasi potensi peserta didik dengan cara mengembangkannya menjadi prestasi yang gemilang. Dengan demikian, apresiasi terhadap potensi peserta didik  tidak diskriminatif, antara potensi akademik dengan non-akademik.

0 Response to "Pembelajaran yang Mencerdaskan"

Posting Komentar