Guru, Seperti Sebatang Pensil

Seseorang berkomitmen untuk membuat sebatang pensil. Tak berapa lama, pensil pun siap untuk digunakan. Sebelum pensil digunakan, dia menyampaikan beberapa pesan kepada pensil. Hal itu dimaksudkan agar pensil benar-benar bermanfaat. Ternyata, pensil sanggup untuk melaksanakan pesan tersebut.


dokumen Foto Fajar Literasi

Orang  itu berpesan kepada pensil, “ Pertama,  kau akan hebat bila mau dibimbing jangka. Dengan bimbingan jangka, kau akan mampu membuat lingkaran dan bulatan-bulatan yang indah. Kau akan bekerja dengan penuh. 

Kedua, kau harus rela menderita, menerima peraut yang tajam. Kau akan tersakiti. Akan tetapi, dengan peraut itu pula, kau akan lebih sempurna untuk bisa bekerja kembali dengan energi yang baru.

Orang itu melanjutkan pesannya, “Ketiga, jangan lupakan karet penghapus. Kau akan mampu memperbaiki kesalahanmu. Kau akan difasilitasi untuk memperbaiki diri.  Keempat, yang penting darimu adalah yang di dalam. Intimu mampu melukis keindahan, dan menggoreskan kebenaran. Kelima, tinggal jejak yang baik. Menarilah di atas kertas sehingga meninggalkan goresan  yang indah”

Guru bisa seperti pensil. Guru semakin hebat kalau bersedia dibimbing. Kesediaan diri untuk dibimbing itulah sangat penting. Guru memiliki sifat terbuka terhadap pembaharuan. Guru selalu membuka diri untuk menerima pengetahuan dan keterampilan baru. 

Alangkah bagusnya, kalau guru yang bersangkutan minta dibimbing baik oleh teman sejawat, guru senior kompetensinya, maupun oleh instruktur.  Kesediaannya untuk dibimbing tersebut, merupakan motivasi dari dalam untuk lebih progresif.

Guru semakin hebat  bila  terbuka terhadap pembaharuan. Guru membuka diri terhadap paradigma baru terutama dalam pembelajaran. Tidak merasa hebat walaupun orang lain menyatakan hebat. Tidak pernah merasa hebat, meskipun muridnya telah menjadi orang-orang hebat. 

Guru memiliki kepekaan terhadap perkembangan baru ilmu pengetahuan dan teknologi. Kehebatannya semakin sempurna bila mau belajar dan terus belajar, dan suka berdiskusi.

Tak kalah pentingnya, guru mau mengakui kekurangan dirinya.  Banyak cara untuk menutupi kekurangan secara positif. Membaca merupakan salah satu cara untuk menutupi kekurangan. Dengan membaca, seorang guru memperoleh berbagai pengetahuan yang diperlukan bagi peningkatan kompetensinya.  

Berkolaborasi dengan teman-teman guru lainnya juga dapat meningkatkan kompetensinya.  Dengan berkolaborasi, guru dapat saling bertukar pengalaman dalam masalah penyelenggaraan pembelajaran.

Guru dapat memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi. Dengan mengarungi dunia maya, guru juga akan memperoleh tambahan pengetahuan yang diperlukan bagi penyempurnaan kemampuannya. 

Guru akan memperoleh penyegaran dan pengetahuan yang up to date, dan segar, serta mutakhir. Dengan menjelajahi dunia maya,  guru mampu memutahirkan  pengetahuan dan kompetensinya.

Tak lupa membimbing diri ke arah yang sempurna. Seorang guru diharapkan  mampu mengelola diri ke arah pembaharuan karena guru adalah agen pembaharuan. Dengan pembaharuan yang dilakukan, guru mampu menimbulkan inspirasi bagi peserta didik dan masyarakat untuk berbuat. 

Guru menjadi inspirator bagi perkembangan kehidupan masyarakat sekitarnya. Dengan demikian, guru mampu menjadikan dirinya sebagai embun dalam kehausan. Dia mampu menjadi pelita di dalam kegelapan sehingga menerangi jalan dan langkah kehidupan orang lain.

Seperti pensil, guru rela menderita. Guru tidak akan selalu menerima pujian dan sanjungan. Kadang-kadang dia juga menerima celaan dan ketidakpuasan. Guru bersedia menerima kegagalan, menerima komplain. 

Akan tetapi, yang lebih penting adalah bagaimana guru mampu bangkit dari kegagalan. Kegagalan yang dialami tidak membuat guru terpuruk, tetapi berusaha untuk bangkit. Guru berusaha terus mencari format terbaru sehingga meraih kesempurnaan. 

Penderitaan yang dialaminya menyebabkan guru semakin kuat dan tegar menghadapi cobaan dan rintangan. Seperti pensil yang selalu diraut peruncing, guru lebih peka. Goresannya lebih halus dan bagus. Setelah bangkit, guru mampu berkarya lebih maksimal, berbuat sesuatu yang bermakna bagi peserta didik.

Seperti pensil yang memiliki karet penghapus, guru mampu memperbaiki kesalahan. Guru juga manusia yang tak luput dari kesalahan yang kekhilafan. Guru juga pernah khilaf dalam menjalankan tugas. 

Guru juga pernah salah dalam berinteraksi dengan orang lain. Guru pernah salah dalam memilih metode, model pembelajaran sehingga peserta didik susah memahami pembelajaran. Guru juga pernah keliru dalam memberikan pelayanan kepada peserta didik. Akan tetapi, yang utama adalah bagaimana guru mampu memperbaiki kesalahannya.

Seperti pensil, yang penting bagi guru adalah yang di dalam. Ada inti pensil yang bermanfaat. Tanpa intinya, pensil hanya serpihan kayu yang tak berguna. Guru juga demikian.  Orang memandang guru bukan kulit luarnya. Bukan kesing, tetapi jiwanya dan semangatnya. 

Orang memandang guru sebagai sosok yangg dapat diteladani, sebagai pelopor dan penggerak. Orang melihat guru, bagaimana hatinya, kekayaan hatinya, yang terpancar dalam perbuatannya di sekolah, di rumah, maupun di masyarakat. Karena itu, guru perlu memelihara jiwa, semangat, dan motivasi, dan kepribadiannya.

Seperti pensil, guru menarilah, berbuatlah. Tinggalkanlah goresan yang baik dalam hati dan pikiran peserta didik.  Ciptakanlah lukisan indah sehingga selalu dikenang. Dimana pun guru berada, tinggalkan jejak yang baik. Di sekolah, di KKG/MGMP, di forum, di masyarakat, tinggalkanlah jejak yang indah.

Jadilah guru yang bekerja ikhlas, bekerja keras, bekerja cerdas, dan bekerja secara tuntas! Jadilah  seperti kupu-kupu,  yang selalu memancarkan keindahan dan kebaikan hati. Dengan demikian, guru benar-benar dirindukan saat dia tidak ada, dicintai ketika dia ada, dan dikenang bila telah tiada. Semoga!



Related Posts :

0 Response to "Guru, Seperti Sebatang Pensil"

Posting Komentar