Jika kia telaah kembali, sebuah kalimat motivasi
yang berbunyi” Belajar sewaktu kecil sama dengan menulis diatas batu, sedangkan
belajar diwaktu tua sama dengan menulis diatas air”. Maka tentunya kita
berfikir cerdas bahwa, belajar adalah aktifitas wajib yang baik dilakukan sejak
usia ini.
dokumen Foto Fajar Literasi
Semboyan diatas merupakan
bentuk pengakuan semua orang, terutama pejuang pendidikan bahwa ,belajar
merupakan sebuah aktivitas positif yang harus dilakukan manusia dalam mengisi
kehidupannya.
Tanpa belajar tentu manusia
tak mungkin mencapai kehidupan normal. Karena semua ilmu pengetahuan yang
diperoleh manusia didapatkan hanya melalui pembelajaran, baik melalui guru,
maupun melalui media lain seperti alam, buku, ataupun media lain lain yang
sedang berkembang seiring dengan perkembangan kehidupan manusia itu sendiri.
Membuka diri untuk mau
belajar sebenarnya telah dimulai manusia sejak mereka lahir kedunia ini, mulai dari
proses sejak masa bayi, sampai manusia itu bisa mengenal diri sendiri sehingga
manusia tersebut bisa beraktifitas sendiri tanpa dibantu lagi.
Artinya sejak kecil belajar
telah menjadi pekerjaan pokok bagi seseorang, tetapi intensitas dan kualitasnya
harus dikembangkan lagi, sesuai dengan kebutuhan dan pesatnya perkembangan ilmu
pengetahuan seperti yang terlihat pada saat ini.
Sehingga, tak bisa
ditawar-tawar lagi bahwa sejak usia dini anak harus belajar agar perkembangannya
otaknya sejalan dengan tuntutan zaman yang perkembangannya yang tak terkendali,
sehingga ada anggapan bangsa yang tak mampu mensejajarkan dirinya dengan
pertumbuhan dan perkembangan zaman malah dianggap sebagai bangsa yang kurang
maju, atau dicap sebagai bangsa tertinggal.
Apalagi pada saat ini, orang
sering berinovasi dan tak henti-hentinya mengadakan survey, mengukur kemajuan pendidikan dengan indikator yang
dirancang untuk melihat perkembangan pendidikan dan peradaban manusia didunia
ini.
Salah satunya adalah PISA,
salah satu lembaga independen yang selalu melihat perkembangan kualitas
pendidikan didunia, mereka mengukur aktivitas dan output dari sekolah yang menamatkan peserta didik setiap tahunnya.
Jika dahulunya, apabila
sebuah negara hanya dianggap berhasil apabila secara kuantitas bisa membasmi
buta aksara dan memerangi putus sekolah
saja, tetapi hari ini yang diperhitungkan adalah apakah sekolah mampu
menghasilkan daya saing tinggi untuk tamatan yang dihasilkannya.
Jadi, output yang diharapkan harus mulai dikaji sejak anak usia dini, tak
mungkin kualitas bisa diraih tanpa management yang kurang baik, dan pendidikan harus
direncanakan sejak dari keluarga, masyarakat, kemudian didukung oleh kebijakan
dari sebuah negara.
Sebuah keluarga harus mampu
menyediakan suplay gizi yang cukup
untuk anaknya, karena pendidikan merupakan lingkungan buatan yang dirancang
secara baik an matang dalam rangka mengembangkan potensi kecerdasan anak.
Sebab, perkembangan kecerdasan seorang anak yang paling pesat adalah pada masa
kecil.
Hal tersebut telah
dibuktikan oleh riset yang dilakukan (Dian Arlan: 2013), ketika anak lahir,sel
otaknya bergerak sekitar 100 milyar, dan belum berhubungan satu sama lain,
kecuali hanya sel-sel otak yang mengadakan detak jantung, pernafasan, gerak
reflek, pendengaran, dan naluri hidup.
Kemudian, saat anak berusia
3 tahun keatas sel otaknya membentuk sekitar 1000 jaringan koneksi / synopsis baru,
jumlah ini adalah 2 kali lebih banyak dari sel otak yang dimiliki orang dewasa.
Sangat tepat jika masa ini kita memperkenalkan buku-buku yang berisi ilmu pengetahuan pada anak, karena daya ingat yang tinggi yang dimiliki anak akan menyerap ilmu pengetahuan yang dibacaya dari buku.
Karena sampai hari ini, ilmu pengetahuan bagi manusia didapatkan dengan membaca buku, kemudian baru bisa dikembangkan secara riset dan teknologi. Jadi, anak harus dikembangkan literasinya melalui buku-buku bacaan yang berkualitas.
Kita harus akui kenapa daya saing kita lebih rendah jika dibandingkan dengan negara lain didunia, karena jujur kita lihat, bahwa kekurangan anak-anak kita adalah malas membaca, sehingga minim ilmu yang didapatnya.
Perkembangan anak kita sejak awal telah salah konsep, dirumah tangga sendiri orang tua tidak mau mengenalkan buku pada anaknya, orang tua tak mau memfasilitasi literasi baca anaknya. Padahal anak-anak memiliki rasa keingintahuan lebih tinggi dari orang dewasa.
Anak-anak
lebih mudah belajar mengingat sesuatu dari pada orang dewasa, sehingga tak ada
alasan lagi, bahwa janganlah menunggu masa tua untuk mau belajar, gunakanlah
masa kecil anak kita untuk belajar yang lebih baik dan berkualitas, sehingga
anak-anak kita kedepan akan mampu bersaing dengan anak dinegara lain yang telah
maju dalam bidang pendidikan.
Jadi mulai saat ini, tenaga
pendidik, orang tua, masyarakat, dan pemerintah atau seluruh pihak yang
terkait, harus bergandengan tangan, membulatkan tekad, menyisingkan lengan
baju, serta mau bekerja keras lagi, untuk memikirkan pendidikan di Indonesia
yang kita cintai ini.
Semoga kedepannya kita tidak
lagi menghuni papan bawah dalam hal kualitas dan daya saing yang hari ini diukur
secara global dan menyeluruh. Jadi kita harus mengenalkan pendidikan pada
anak-anak kita sejak usia dini. Latihlah anak-anak kita agar mau membaca dan mengembangkan literasinya.
0 Response to "Kenalkan Literasi Sejak Dini"
Posting Komentar