Jeritan Hati Putri Kerudung Putih Saat Menikmati Mentari Senja di Pantai Padang

Suasana hatiku yang mulanya hanya biasa-biasa saja kini berubah seketika, lebih-lebih  ketika kakiku mulai menginjakan kaki dipantai Padang. Lama kelamaan gerak langkah kakiku itu terasa semakin berat saja, hingga akhirnya kakiku berhenti melangkah, dan aku berdiri sebentar, untuk melepas penat karena menempuh perjalanan yang cukup jauh dari kotaku.

dokumen foto Fajar Literasi.com

Tak disangka kiranya aku berdiri diantara batu-batuan besar yang telah lama berada disana, seakan-akan keberadaanya ditakdirkan untuk menemaniku, menjadi sahabat bagiku, sahabat untuk berbagi cerita tentang keindahan pantai Padang disore itu.

Detak jantungku bergerak semakin kencang, dan semakin kencang lagi, tatkala mataku menatap kearah lautan. Air yang tadinya tenang, sekarang mulai meninggi. Mentari yang tadinya berada diatas kepalaku, kini mulai merendah, dan semakin merendah.

Sinarnya yang tadinya kuat, sekarang mulai meredup, warnanya yang kemerah-merahan, berubah menjadi agak kehitam-hitaman, berubah dan terus berubah. Mentari yang seharian menjadi teman bagiku, sekarang  pergi tanpa meninggalkan pesan seakan tak mau lagi bersahabat dengan diriku.

Tempatku yang semulanya terang benderang, kini mulai gelap. Orang-orang yang tadinya banyak berlalu-lalang, kini mulai tak tampak lagi. Kini yang terdengar hanyalah nyanyian suara ombak yang kian lama semakin nyaring terdengar.

Sinar mentari mulai digantikan oleh cahaya petromak yang dipancarkan dari kejauhan. Sinar lampu para nelayan yang hendak mencari ikan. Pemandangan yang tadinya lepas, sekan tak ada lagi, seakan hilang lenyap bak ditelan bumi.

Hatiku sekan menangis, jiwaku sendu, pikiranku menjadi tek menentu. Karena mentari yang menjadi harapan bagi diriku bahkan harapan juga bagi semua orang, sekarang hilang tenggelam dipermukaan air. Entah sampai kapan bisa menatapku lagi.

Akhirnya diriku tersadar bahwa ternyata alam itu selalu berubah, siang berubah menjadi malam, dan sebaliknya, terus berubah seperti itu. Kadangkala kita tak menyadari semua itu ada yang mengaturnya. Sehingga pergantiannya tampak begitu tertib dan indah.

Dan aku mulai berpaling dari arah lautan luas tadi. Aku bersujud syukur karena yang aku lihat lagi adalah fenomena alam saja, bukan mentari yang hilang dipermukaan bumi, tetapi mentari yang mungkin lelah seharian menerangi bumi dan beristirahat sejenak sambil menunggu datangnya pagi.

Aku juga beranjak pergi, teringat dentuman suara jam gadang dari kejauhan, mungkin itu hanya ilusiku saja , karena bukittinggi yang seharian aku tinggalkan, mungkin merindukanku lagi. Dan pantai Padang yang begitu indah tentu akan kukenang selamanya.

  

0 Response to "Jeritan Hati Putri Kerudung Putih Saat Menikmati Mentari Senja di Pantai Padang"

Posting Komentar