Perlombaan “Pacu Tangkelek” Tradisi Minangkabau yang Terus Dilestarikan

Banyak sekali bentuk permainan tradisional yang berasal dari daerah minangkabau, yaitu suku yang berdiam di Sumatera Barat. Hampir disetiap daerah yang ada di Sumatera Barat memiliki bentuk permainan tradisional.

dokumen Foto Fajar Literasi.com

Pacu Tangkelek misalnya, sebuah bentuk permainan yang biasa ditemui hampir diseluruh pelosok negeri minangkabau pada tempo dulunya. Sebuah permainan yang bisa dimainkan oleh semua kalangan, baik masyarakat dewasa, remaja minangkabau maupun oleh anak-anak sendiri.

Permainannya yang simple dan sederhana sekali, yang bisa dimainkan lebih dari satu, dua, atau beberapa orang tergantung berapa panjang kayu yang disediakan sebagai tempat berpijaknya kaki peserta pada tangkelek/bakiak (sandal yang terbuat dari kayu dan karet ban bekas).

Memang permainan ini berlatar belakang dari (bakiak) terompah kayu yang disebut masyarakat minangkabau sejak dulunya dengan ‘tangkelek’. Tangkelek juga merupakan sandal yang sangat unik, karena tahan terhadap air yang bila dipakai dapat menghasilkan bunyi khas yang enak untuk didengar.

Kadang masyarakat minangkabau sengaja memakai tangkelek secara beramai-ramai agar menghasilkan bunyi yang enak untuk didengar, yang senantiasa dapat menghibur hati yang lara karena bunyinya teratur dan nyaring, bak alunan musik yang sedang didendangkan oleh sang penyair.

Maklum tempo dulu mungkin tidak banyak ditemui jenis musik modern yang beraneka ragam seperti pada zaman sekarang ini. Sehingga bunyi yang ditimbulkan oleh alam bisa saja menghibur hati yang sedang gunda kulana yang mungkin saja kita rasakan.

Tangkelek juga mengandung makna dan filosofi yang bernilai ganda, yaitu antara olah raga dan musik, tergantung kepada kita untuk menilainya. Tetapi kedua-duanya bisa bernilai benar ataupun salah. tetapi yang jelas tangkelek sangat bernilai ekonomis karena harganya yang murah, sederhana dan bisa dirancang sendiri,sebab bahan bakunya banyak tersedia didaerah ini.

Seperti kayu misalnya, untuk daerah geografis seperti daerah minangkabau yang banyak ditemui perbukitan dan pergunungan, yang pasti banyak ditumbuhi oleh jenis kayu-kayu yang besar maupun yang kecil.

Jadi hampir dipastikan bahan bakunya banyak tersedia serta mudah untuk didapatkan. Dan karet diatasnya yang terdiri dari kulit yang bisa didapatkan dari ban bekas yang juga banyak dijumpai, itulah alasan kenapa tangkelek dulu merupakan sandal alternatif yang bisa dipakai dan disenangi masyarakat minangkabau kala dulunya.

Namun sejalan dengan perputaran roda zaman, yang mulai terkikis dan terendus oleh prinsip atau karakter masyarakat untuk menggunakan sandal modern, maka keberadaan tangkelek mulai ditinggalkan dan jarang ditemui serta kurang diminati lagi.

Hanya pada beberapa kesempatan saja tangkelek (bakiak) tersebut kita jumpai, seperti ditempat-tempat ibadah, seperti mesjid dan mushollah masih kita lihat keberadaan tangkelek (bakiak) ditempat ini.

Makanya dilembaga sekolah, sebagai pintu gerbang dilingkungan pendidikan seperti pada SMPN 2 Lintau Buo kemaren misalnya, OSIS yang bertindak sebagai panitia pelaksana dari classmeeting di sekolah pada tahun pelajaran sekarang, berinisiatif untuk mengadakan kegiatan yang bertemakan pelestarian kembali kebudayaan dan pengenalan kembali tradisi tradisional daerah.

Sehingga kecintaan dan pemahaman tentang budaya daerah akan selalu ada dan tetap melekat pada diri individu peserta didik. Sebab identitas suatu bangsa bukan ditentukan oleh budaya asing yang banyak kita serap dan dikuasi, tetapi bagaimana mengangkat kembali akar budaya dan tradisi lama yang pernah dimiliki dan menjadi kebanggaan dari suatu daerah tersebut dimasa lalu.

Pacu tangkelek pada prinsipnya sarat dan penuh dengan pendidikan karakter yang mestinya harus ada sejak dini pada setiap individu peserta didik, seperti perlunya kerjasama untuk melakukan pekerjaan apalagi untuk memenangkan perlombaan maka mengayuh tangkelek dengan kesamaan gerak sangat diperlukan, agar bisa bergerak dan melesat maju kedepan.

Disamping perlunya kerjasama, juga dibutuhkan keserasian gerak dan ayunan langkah, yang bila langkah tidak serasi maka tangkelek tidak akan bisa diangkat maupun berjalan. atau jika dipaksakan oleh seseorang saja maka bisa berakibat fatal atau cedera kaki atau anggota tubuh yang lain.

Jadi tidaklah berlebihan rasanya jika budaya dan tradisi daerah yang mungkin saja mulai dilupakan, terasing dan mulai terpinggirkan oleh budaya asing yang instan, dapat kita angkat lagi kepermukaan, sehingga generasi yang akan datang tahu dan bangga bahwa daerahnya kaya akan tradisi, dan begitu banyak menyimpan kekayaan tradisional yang mungkin tidak dimiliki oleh bangsa lain didunia ini.

Rasa kebanggaan tersebut hendaknya bukan hanya terucap dibibir dan sebagai pemanis intonasi kata saja, tetapi harus diwujudkan dengan perbuatan dan tindakan nyata yang harus dimulai dari diri kita sendiri terlebih dahulu.

Akibat sering munculnya pertunjukan atau bentuk perlombaan seperti ini tentu dapat mengisi kembali memori generasi muda atau setiap generasi minangkabau, tentang begitu pentingnya usaha untuk memajukan dan melestarikan kebudayaan daerah agar kita mampu menunjukan kembali identitas diri kita didunia internasional.

0 Response to "Perlombaan “Pacu Tangkelek” Tradisi Minangkabau yang Terus Dilestarikan"

Posting Komentar