Mengenal Adat Nan Ampek di Ranah Minangkabau ( Bagian 1)


Pada dekade terakhir ini orang mulai jarang membahas Budaya, Adat, dan Tradisi. Padahal semua tersebut diatas adalah merupakan aturan yang digunakan dalam masyarakat minangkabau untuk mengatur kehidupan kesehariannya.

dokumen FajarLiterasi.com

Terlebih lagi generasi muda minangkabau yang hidup dimasa milenial sekarang. Mereka enggan untuk membahas bahkan mempelajarinya, sebab sebahagian menganggap tidak perlu lagi untuk dipelajari, karena hanya akan membuat mereka menjadi individu yang kuno, generasi tertinggal yang tak bisa mengikuti perkembangan zaman.

Atau malahan ada yang menilai budaya dan tradisi itu akan mengikat kehidupannya, sehingga mereka tak bebas lagi untuk berkereasi. Akibat dari pandangan tersebut banyak generasi muda Minangkabau banyak yang tidak mengenal lagi konsep-konsep dasar adat budayanya sendiri.

Salah satu konsep dasar adat tersebut adalah “Adaik nan Ampek” (adat yang empat). Antara lain adalah:      
                                                                                                             
1. Adat nan sabana Adaik (Adat yang sebenarnya adat)
Adat ini merupakan adat yang paling utama yang tidak dapat diubah sampai kapanpun. Adat nan sabana adat yaitu semua yang ada tuntunannya di dalam Syara’ ( agama Islam ). atau “ Syarak mangato (menetapkan) dan adat (memakaikan).
Hal ini seperti kewajiban membaca dua kalimah syahadat (pengakuan sebagai orang Islam) melaksanakan sholat, puasa, membayar zakat, naik haji bagi yang mampu, serta tuntunan syarak lainnya.

Hal yang paling prinsip bagi seorang Minangkabau adalah kewajiban menjalankan agama Islam atau memeluk agama Islam, orang minang akan hilang Minangkabaunya kalau keluar dari agama dan ajaran Islam.

Berdasarkan pemahaman ini setiap generasi muda Minangkabau perlu mengintropeksi diri, mengkaji pelaksanaan ajaran agama Islam dalam kehidupannya sehari-hari. Apakah telah menjalankan dan melaksanakan ajaran agama Islam atau belum, atau malah telah meninggalkannya dengan tanpa bersalah sedikitpun. Hal ini kita bisa menilainya sendiri.

2. Adat nan diadatkan (Adat yang di adatkan)
Adat ini adalah auran yang telah disepakati dan diundangkan dalam tatanan Adat Minangkabau dari zaman dahulu melalui sebuah pengkajian dan penelitian yang dilakukan pemikir Minang.

Contoh yang paling prinsip dalam adat ini adalah kewajiban orang Minang memakai kekerabatan “Matrililineal”. Dalam kekerabatan Minangkabau pesukuan diambil dari garis ibu dan nasab keturunan dari ayah. Akibat sistem kekerabatan ini, maka dikenal konsep “Dunsanak” (persaudaraan dari keluarga ibu) dan “Bako” (persaudaraan dari keluarga ayah).

Memilih dan menetapkan Penghulu suku dan Ninik mamak dari garis persaudaraan badunsanak berdasarkan dari Ampek suku asal (empat suku asal) yaitu “ Koto, Piliang, Bodi, Caniago”. atau berdasarkan pecahan suku nan ampek.

Menetapkan dan memelihara harta pusaka tinggi yang tidak bisa diwariskan kepada siapapun kecuali diambil mamfaatnya untuk anak kemenakan, seperti sawah, lading, hutan, pandam pakuburan, dan rumah gadang.

Kedua adat diatas disebut “ Adaik nan babuhua mati” (Adat yang diikat mati) dan inilah yang disebut “Adat”, adat yang sudah menjadi sebuah ketetapan dan keputusan berdasarkan kajian dan musyawarah yang menjadi kesepakatan bersama antara tokoh Agama, tokoh Adat dan Cadiak Pandai diranah Minang.

Adat ini tidak boleh dirubah-rubah lagi oleh siapapun, sampai kapanpun, sehingga ia disebut dengan “ Nan Indak Lakang Dek Paneh, Nan Indak Lapuak Dek Hujan, Dibubuik Indaknyo Layue Dianjak Indaknyo Mati ”. (yang tidak lekang kena panas dan tidak lapuk kena hujan, dipindah tidak layu dan dicabut tidak mati).

Kedua adat ini juga sama diseluruh daerah dalam wilayah Adat Minangkabau, tidak boleh ada perbedaan karena inilah yang mendasari adat Minangkabau itu sendiri, yang akan menjadi pondasi dalam menegakan aturan adat yang sesungguhnya, yang membuat keistimewaan dan perbedaan dari adat-adat lain didunia.

Dalam bahasa Minangkabau diperkuat dengan sebuah ungkapan “ Anak sicerek di dalam Padi. Babuah batangkai-tangkai. Salamaik buah nan mudo. Kabek nan arek babuhua mati. Indaklah sia kamaungkai. Antah kok Kiamaik nan Katibo”.

Begitu kuat dan kokohnya aturan adat tersebut disusun dan disepakati oleh sesepuh Minangkabau tempo dulu sehingga generasi muda Minangkabau yang hidup pada masa sekarang maupun generasi yang akan datang, tentunya harus taat dan patuh terhadap aturan yang disepakati dalam adat tersebut.

0 Response to "Mengenal Adat Nan Ampek di Ranah Minangkabau ( Bagian 1)"

Posting Komentar