Pendidikan dan Jati Diri

Banyak anak muda saat ini yang mengidolakan tokoh dunia seperti penyanyi, bintang fllm, pemain bola dan berbagai tokoh terkemuka lainnya.

gambar diambil dari Internet

Segala penampilan tokoh tersebut digemari dann ditiru secara total. Mereka meniru, memiripkan diri, mengadopsi gaya atau menyerupai karakter sang idola. Mereka memandang bahwa meniru tokoh idola itu sebagai suatu kebanggaan dan simbol. Disisi lain mereka telah lupa dengan dirinya sendiri.

Rias wajah, tatanan rambut, cara berpakaian, cara berjalan, bahkan suara dibuat sedemikian rupa agar mendekati tokoh pujaan hati. Bahkan tidak jarang di antara mereka yang membuang biaya cukup mahal demi ambisi yang dibangunnya itu, dengan harapan bisa menyerupai pujaannya itu. Mreka dalah para korban mode agar tidak ketinggalan zaman.

Sesungguhnya Tuhan menciptakan manusia dalam berbagai bentuk yang berbeda sebagai suatu karunia. Tidak pernah ada yang dapat sama sempurna  bahkan saudara kembar sekalipun.

Sehingga perbedaan sebenarnya adalah keunikan, sehingga menjadi suatu yang khas yang tidak dimiliki oleh orang lain. Meniru atau menjadikan diri sebagai orang lain adalah suatu sikap tidak percaya diri dan tidak bersyukur atas nikmat yang diberikan Allah.

Investasi yang paling penting, bermakna, yang sangat strategis dan menghasilkan uang ialah pendidikan yang mampu membangkitkan rasa percaya diri dan dapat menumbuhkan rasa minat untuk perkembangan diri dalam menuju professional yang berketuhanan Yang Maha Esa.

“Bukan mencontoh atau meniru untuk merusak diri dan kebudayaan”. seperti yang dikemukakan Crow and Crow (1960), dan harus diyakini bahwa fungsi utama pendidikan adalah bimbingan individu dalam upaya memenuhi kebutuhan dan keinginan yang sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Sehingga dia memperoleh kepuasan dalam seluruh aspek kehidupan pribadi dan kehidupan sosialnya.

Pendapat tersebut memandang pendidikan bukan hanya pemberi informasi pengetahuan dan pembentukan keterampilan melainkan bisa lebih luas dari itu, meliputi usaha mewujudkan keinginan, kebutuhan dan kemampuan individu sehingga tercapai pola hidup pribadi dan social yang memuaskan.

Pendidikan dipandang bukan hanya sebagai sarana untuk menyiapkan individu bagi kehidupannya dimasa datang tetapi juga untuk hari ini, dimana mereka sedang mengalami perkembangan menuju tingkat kedewasaan. Jadi, pada hakekatnya pendidikan memandang peserta didik sebagai makhluk yang dikaruniai berbagai potensi oleh penciptanya.

Potensi yang dimiliki oleh perserta didik hanya dapat dikembangkan jika dia mengintegrasikan diri dalam kehidupan masyarakat dan mewujudkan tata kehidupan dan nilai-nilai kemanusiaan yang dijunjung tinggi oleh masyarakat. “itulah manusia yang berbudaya dan bukan sebagai pak tiru dan buk tiru”. Dengan demikian, pendidikan tidak dapat dipisahkan dengan kebudayaan.

Sunarya Kartadinata (1996) mengemukakan pengertian pendidikan dalam rumusan yang cukup sederhana tetapi penuh makna, yaitu “ pendidikan adalah proses membawa manusia dari apa adanya kepada sebagaimana seharusnya”. Kondisi apa adanya adalah kondisi peserta didik saat itu, suatu keberadaan anak dengan segala potensi, kemampuan, sifat dan kebiasaan yang dimilikinya.

Sedangkan kondisi sebagaimana seharusnya adalah kondisi yang diharapkan terjadi pada anak, berupa perubahan perilaku dalam aspek cipta, rasa, karsa dan karya yang berlandaskan nilai-nilai kemanusiaan yang tetap dijunjung tinggi.

Menurut UU No.20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan Nasional pasal 1 (1) dinyatakan pendidikan sebagai “usaha sadar untuk menciptakan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, penegndalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan negara”.

Untuk itu pendidikan adalah proses membentuk peserta didik agar mampu berkembang secara optimal yaitu berkembang setinggi mungkin, sesuai dengan potensi dan sistem nilai yang dianutnya dalam masyarakat.

Pendidikan bukanlah proses memaksa, melainkan upaya kehendak menciptakan kondisi yang member kemudahan pada anak untuk membangun dan mengembangkan dirinya secara optimal.

Berdasarkan pemahaman pendidikan manusia dididik bukan untuk merusak diri, mencontoh hal-hal buruk, meniru gaya selebritis, melainkan untuk mengembangkan aspek-aspek intelektual, sosial, kemampuan yang berlandaskan agama, maka jadilah diri sendiri, diri yang mempunyai kebudayaan, memiliki rasa malu dan rasa social terhadap orang lain.

0 Response to "Pendidikan dan Jati Diri"

Posting Komentar